Ridwan Kamil
merupakan arsitek muda Indonesia dengan reputasi Internasional. Ridwan kamil lahir
di Bandung, 4 Oktober 1971, Ia merupakan lulusan S1 Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung pada periode 1990-1995.
Sebelumnya
Ridwan Kamil memulai karir bekerjanya di Amerika sesaat setelah lulus S1, akan
tetapi hanya berkisar empat bulan ia pun berhenti kerja karena terkena dampak
krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu. Tidak langsung pulang ke
Indonesia, dia bertahan di Amerika sebelum akhirnya mendapat Beasiswa di
University of California, Berkeley. Selagi mengambil S2 di Univesitas tersebut
Ridwan Kamil bekerja paruh waktu di Departemen Perancanaan Kota Berkeley. Pada
tahun 2002 Ridwan Kamil pulang ke tanah kelahirannya Indonesia
dan dua tahun kemudian mendirikan Urbane yang bergerak dalam bidang jasa
konsultan perencanaan. Urbane adalah firma yang
dibangun oleh Ridwan Kamil pada tahun 2004 bersama teman-temannya seperti Achmad D. Tardiyana, Reza Nurtjahja dan Irvan W. Darwis. Reputasi
Internasional sudah mereka bangun dengan mengerjakan projek-projek di luar
Indonesia seperti Syria Al-Noor Ecopolis
di negara Syria dan Suzhou
Financial District di China. Tim Urbane sendiri terdiri dari para
profesional muda yang kreatif dan berpikir idealis untuk mencari dan
menciptakan solusi mengenai masalah desain lingkungan dan perkotaan. Urbane
juga memiliki projek berbasis komunitas dalam Urbane Projek Komunitas dimana
visi dan misinya adalah membantu orang-orang dalam sebuah komunitas perkotaan
untuk memberikan donasi dan keahlian-keahlian dalam meningkatkan daerah
sekitarnya.
Nama besar dan karya-karyanya menjadi inspirasi bagi
banyak arsitek muda lainnya di Indonesia. Salah satu karyanya yang unik dan menarik
perhatian adalah Rumah Botol. Kenapa disebut rumah botol, karena rumah ini
sebagian berdinding botol. Rumah unik ini terletak di kota berhawa sejuk,
Bandung,tepatnya di Jalan Cigadung Selatan 7/28 Bandung Indonesia.
Emil nama
sapaan Ridwan Kamil ini membangun rumahnya dari 30,000 botol kaca bekas minuman
energi. Emil memilih botol-botol minuman berenergi merk terkenal ini karena
menurutnya botol-botol minuman ini tidak dikumpulkan kembali oleh si pemilik
industri untuk diisi ulang, seperti yang biasanya dilakukan oleh minuman ringan
kemasan botol yang banyak beredar di pasaran. Emil mengumpulkan puluhan ribu
botol kaca bekas itu selama 2 kurang lebih tahun. Ini menunjukkan komitmennya
yang sangat tinggi terhadap konsep rancangan dan idenya untuk sekaligus
mengurangi sampah yang berada di kotanya. Jika semua bangunan menggunakan bahan
bekas atau dari sampah, maka akan dapat mengurangi volume sampah.
Selain memadukan rancangan rumah botolnya dengan kayu,
Emil juga menggabungkan susunan botol dengan glass block yang terletak di
beberapa bagian. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan penggunaan cat di bagian luar
bangunan, sang arsitek juga membiarkan beberapa bagian beton terekspos dan
menampilkan warna natural betonnya. Aksentuasi kontras diperoleh dari
penggunaan furnitur dan elemen interior lainnya di bagian dalam.
Usahanyapun tidak sia-sia, pada tahun 2009 Emil
dianugrahi Green Design Award 2009 oleh BCI Asia, mengalahkan sedikitnya 80
partisipan lain dari 8 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand,
Vietnam, Philippines, Hong Kong dan China. Rumah yang berdiri di atas lahan
berbentuk trapesium seluas 373 meter persegi ini layak diberi label greenbukan
hanya karena dibangun dari limbah botol kaca lokal, melainkan juga karena sifat
kaca yang tembus pandang memungkinkan cahaya matahari masuk pada siang hari, Hal ini membuat bangunan ini mampu menghemat penggunaan cahaya lampu pada siang hari.